Jatuhnya Daun Terakhir

Aku harus membabat habis apa yang telah kutanam
Sedari awal aku telah memilih bibit yang salah
Kini ia telah mekar indah
Sangat sayang untuk dibunuh
Namun tumbuhnya meracuni kehidupanku
Wanginya semerbak
Namun tak kuasa aku menahan perihnya


Biarlah...
Biarlah ia mengering dan mati
Agar tak ada lagi hujan di pipi
Agar tak ada lagi kaki yang tertatih
Agar tak lagi hati ini meringis
Aku akan beranjak pergi setelah ia mati
Melewati batas kota
Melampaui cakrawala pulau ini

Tapi jujur saja,
aku sangat ketakutan
Bila saja sebelum mati tunasnya bertumbuh
Karena banyak sekali penyubur di akarnya
Haruskah aku beranjak lebih cepat?
Jika iya,
ada banyak hal yang harus kurelakan;
kujauhi;
kutinggalkan.

Ditengah riuhnya Ghozwul Fikri
Aku masih berkutat pada hati dan pikiran yang sedang berperang dalam jiwa yang sama
Dibuat seperti apa lagi?
Aku harus menyelamatkan diriku terlebih dahulu
Kemudian menyeburkan diri ke dalam perang itu.

Yang aku butuhkan hanya;
benih tanaman yang tepat.
Yang dapat menyokongku,
Yang bisa mendukungku,
Yang sanggup menemani resahku.
Yang ketika kulihat bunganya mekar, hatiku menjadi tenang.

Di malam ini, 
ditengah-tengah hujan yang turun ini,
kuharap Allah mendengar jeritan kerasku di dalam hati.
Bahwasanya, hatiku tepat pada tanaman yang ingin kubunuh ini.
Tapi kehadirannya mengganggu jiwaku.


Penghujung bulan Desember.
Jiwa yang kelam kelabu.

Komentar

Postingan Populer