Karena sebuah pertanyaan, aku sadar sesuatu.
Hari ini aku ingin sedikit bercerita tentang mengapa aku sempat tak pernah memegang pena lagi. Intinya semua ini berawal dari apa yang telah aku hentikan. Jangan tanya aku apa itu karena sesuatu itu adalah hal yang sangat tak bisa ku ceritakan. Hal yang membuatku menyesal 1000 tahun pun tak akan cukup apabila kuingat kembali.
Sekarang aku ingin mengubur dalam-dalam masalah itu. Karena sejatinya hal itu adalah aib bagiku.
-skip-
Suatu hari ada seorang teman yang bertanya seperti ini padaku:
"Kok kamu gak pernah nulis lagi sih?"
Dengan spontannya aku menjawab,
"Karena aku gak pernah lagi jatuh cinta" jawabku santai seolah tak berdosa.
Dia terlihat bingung. Sekejap aku pun menyadari.
==
Akhirnya aku sendiri sadar bahwa jatuh cintalah yang membuatku selalu menggebu-gebu untuk memegang pena. Tak ada alasan selain itu. Dan jatuh cinta yang kumaksud disini adalah jatuh cinta kepada makhluk. Bagaimana mungkin dulu aku bisa begitu cinta kepada makhluk tanpa mengenal siapa penciptanya?
Memang ketika kita sedang dilanda, dimabuk cinta pada seseorang, dunia terasa sangat indah, segala cara dihalalkan agar kita bisa terlihat sempurna didepannya. Bahkan, perilaku aneh dan bodoh pun rela dilakukan agar ia bisa bahagia. Tapi ujungnya? Tak terelakkan, semua yang ada di dunia akan ada batas kadaluarsanya. Kebahagiaan itu tak akan bertahan lama dan akan berujung pada sakit hati. Ketika dalam posisi itu, kita akan merasa menyesal, putus asa, dan benci tentang semua yang berbau tentang dia.
Sekarang setelah melewati proses yang sangat panjang dan jalan yang sudah tentu tak mulus, aku tahu satu hal. Satu-satunya hubungan yang tak akan pernah membuat kita sakit hati dan frustasi adalah hubungan dengan Sang Pemilik Hati. Dia terlalu baik memberikan hidayah pada manusia hina seperti kita yang berlumur dosa. Bersyukurlah bagi kalian yang telah diberi hidayah oleh-Nya. Hidayah itu mahal. Tak sedikit orang yang telah diberi tapi mengacuhkannya.
Karena sebab itulah aku belajar. Menulis bukan hanya dari apa yang kita rasa, tapi juga apa yang telah kita dan orang-orang telah alami. Menulis tak melulu mengenai cinta dan perasaan, tapi juga pelajaran hidup. Menulis tak hanya tentang makhluk, tapi yang paling utama tentang Siapa yang menciptakan makhluk.
Komentar
Posting Komentar